DPR RI, RUU P-KS Harus Jadi Prolegnas Prioritas 2021 dan sahkan sekarang juga. Hidup Korban!!
ViralPetang.com (03/10/2020) --- Sidang Rakyat Mendesak Pengesahan Rancangan Undang-Undang
Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) merupakan luapan perasaan korban
dan pendamping korban yang selama ini diabaikan oleh negara dalam memperoleh
keadilan atas kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia. Sidang rakyat bertujuan
mendesak DPR RI memasukkan RUU P-KS didalam Prolegnas Prioritas 2021 dan
segera bersama Presiden RI untuk mensahkan RUU P-KS. Sidang Rakyat ini
diselenggarakan 2-5 Oktober 2020 yang dimulai dari Pembukaan, Region Sulawesi
dan Papua, Region Sumatera, Region Jawa, Region Bali, Nusra dan Kalimantan serta
Penutupan. Pembukaan sidang rakyat dipimpin oleh tiga orang pimpinan sidang yang
terdiri dari : Ni Putu Chandra Dewi (LBH Bali), Meila Nurul Fajriah (LBH
Yogyakarta) dan Rezky Pratiwi (LBH Makassar).
Asfinawati (Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia), kekerasan seksual
terjadi dimana-mana mulai dari rumah tangga, tempat kerja, rumah ibadah, institusi
pendidikan, institusi politik dan pemerintahan, perkebunan dan pertambangan,
institusi penegak hukum, masyarakat adat dan segala lini kehidupan manusia. Di
Indonesia, korban kekerasan seksual bukan dilindungi malah menjadi korban
pelanggaran HAM yang terenggut hak atas hidup, hak atas pendidikan, hak atas
pekerjaan,hak atas kesehatan dan hak-hak lainnya.
Andi Yendriani (Komisioner Komnas Perempuan) menuturkan RUU P-KS berbasis
dari pengalaman korban kekerasan seksual. Perancangan RUU P-KS sudah dimulai
sejak 2010 dan masuk dalam proses legislasi di DPR RI tahun 2016. RUU P-KS
mengusung sembilan jenis kekerasan seksual dan memberikan perlindungan lebih
kepada korban kekerasan seksual. Penundaan pengesahan RUU P-KS telah
mengabaikan pemulihan dan keadilan bagi korban kekerasan seksual.
Prof. Sulistyowati Irianto (Guru Besar UI) menyampaikan kejahatan seksual adalah
kejahatan kemanusiaan (crimes againts humanity). Kejahatan yang paling keji dalam
sejarah bangsa bahkan sebelum kemerdekaan yang dialami oleh perempuan dan
anak-anak. Tidak ada hukum yang cukup untuk melindungi korban kekerasan seksual
di Indonesia. Kejahatan seksual harus dihentikan karena kejahatan kemanusiaan yang
menyebabkan hilangnya nyawa korban dan trauma hingga akhir hidup. Negara wajib
hadir untuk melindungi korban dengan melahirkan hukum negara yang memberikan
keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual untuk mengatasi kedaruratan
saat ini. RUU P-KS mesti mereformasi hukum pidana yang selama ini tidak mampu
memberikan keadilan bagi korban.
Dhyta Caturani (Purple Code) menuturkan kekerasan berbasis gender online (KBGO)
berkelindan dengan kekerasan berbasis gender offline. KBGO bentuk kekerasan
seksual baru dengan menggunakan perkembangan zaman saat ini. Saat ini, kasus
KBGO sulit diproses hukum dengan alasan ketiadaan undang-undang dan
menyalahkan korban. Oleh karenanya keberadaan RUU P-KS menjadi salah satu
upaya untuk mengatasi KBGO. Saat ini, RUU P-KS tersingkir didalam proses
legislasi namun RUU Ketahanan Keluarga mendapatkan jalan mulus di proses
legislasi. Padahal RUU Ketahanan Keluarga berisi aturan yang mendiskriminasi
gender dan melanggengkan patriariki. Sudah saatnya negara sahkan RUU P-KS
sekarang juga bukan jargon belaka.
Dian Septi (KPBI) menuturkan pekerja perempuan seringkali menjadi korban
kekerasan seksual secara massal ditempat kerja. Zona kerja dibayangi dengan
pelecehan seksual namun hanya dipaksa damai oleh kepolisian. Hukum selalu saja
tidak berpihak pada korban. Langgengnya kekerasan seksual di tempat kerja akibat
relasi kuasa yang timpang antara korban sebagai bawahan dan pelaku sebagai atasan
serta relasi antar rekan kerja yang dibarengi tempat kerja yang tidak layak. Kami
kalangan pekerja ingin merdeka dari kekerasan seksual di tempat kerja.
Dinda Nur Annisa (Solidaritas Perempuan) kekerasan seksual seringkali
dipertanyakan dan dianggap bukan sebagai kejahatan. Kejahatan seksual merupakan
bentuk penindasan. Dalam konteks perlindungan sumber daya alam, kekerasan
seksual dijadikan sebagai alat membungkam perjuangan rakyat. Keberadaan RUU
P-KS akan menjamin ruang aman tanpa kekerasan seksual termasuk dalam
ruang-ruang perlindungan sumber daya alam di Indonesia.
Nurul Saadah (SAPDA), perempuan difabel seringkali menjadi korban kekerasan
seksual. Persoalan seksualitas dijauhkan dari perempuan difabel yang diangggap
sebagai aseksual. Perempuan difabel seringkali menjadi korban kekerasan seksual dari
keluarga sendiri mulai dari ayah kandung, kakak kandung dan adik kandung.
Perempuan difabel seringkali mengalami situasi kehamilan yang tidak dinginkan.
Keberadaan RUU P-KS tentunya akan melindungi siapapun dari kekerasan seksual
termasuk perempuan difabel.
Kami menyimpulkan situasi dan kondisi Indonesia saat ini berada dalam kondisi
Darurat Kekerasan Seksual. Korban terus menurus berjatuhan dan tidak bisa
menunggu. RUU P-KS merupakan upaya negara untuk segera melindungi dan
memulihkan korban kekerasan seksual. Pengesahan RUU P-KS kami mimpikan untuk
melawan impunitas pelaku kekerasan seksual yang selama ini terjadi, pemulihan
korban, jaminan HAM korban dan kewajiban negara sebagaimana diatur dalam
Konstitusi dan sebagai negara pihak CEDAW. Oleh karenanya, dengan lantang kami
teriakkan “DPR RI, RUU P-KS Harus Jadi Prolegnas Prioritas 2021 dan sahkan
sekarang juga. Hidup Korban”!(*/Pur)
Post a Comment