GUDANG BAHAN BAKAR MINYAK (BBM) Diduga Ilegal di kecamatan Teluk pandan Lampung Kembali Terbakar
Pesawaran Lampung, Viral petang Net:
ASAP hitam membumbung tinggi dari Kelurahan Suka jaya, Teluk Pandan, Pesawaran, Provinsi Lampung, Kamis siang (11/7/2025). Bukan kabut industri, bukan pula uap pabrik resmi. Tapi kobaran api dari bangunan yang diduga kuat sebagai gudang penimbunan solar ilegal, yang kembali terbakar. Dan ini bukan kali pertama di Lampung.
Masyarakat terperangah, sebagian panik, sebagian lain malah memanjat tembok hanya demi menyaksikan langsung tragedi yang semakin akrab dengan keseharian warga Lampung yakni gudang BBM ilegal terbakar, lagi.
Pertanyaannya, sampai kapan peristiwa semacam ini hanya akan menjadi tontonan? Diabadikan lewat kamera ponsel, dibicarakan sehari, dilupakan esoknya?
Padahal, di balik kobaran api itu, ada luka besar pada rasa keadilan publik. Ada bau amis pelanggaran hukum yang dibiarkan hidup dan menyala, secara harfiah.
Gudang-gudang BBM ilegal ini tidak tumbuh begitu saja. Mereka hidup dan subur dalam ruang-ruang yang seringkali absen dari pengawasan negara. Jika api sudah menjilat-jilat langit dan aparat baru bergerak, kita patut bertanya, dimana negara sebelum asap itu naik?
Investigasi? Sudah sering. Pernyataan resmi? Biasanya menyusul. Tapi, penyelesaian? Entah kapan. Di sinilah letak keprihatinan kita, kebakaran bukan hanya soal kerugian materi, tapi juga bukti nyata betapa hukum bisa saja lumpuh ketika berhadapan dengan “jaringan tertentu” yang lihai menyamarkan ilegalitas di balik pagar tinggi dan pelicin birokrasi.
Kita hidup di negeri yang kadang terlalu cepat memaafkan kejahatan. Atau malah terbiasa. Gudang ilegal terbakar? “Oh, lagi-lagi,” begitu komentar yang lazim kita dengar. Padahal, setiap liter solar yang ditimbun secara ilegal adalah hak rakyat yang dirampas. Setiap kejadian semacam ini adalah ancaman terhadap keselamatan warga, terhadap lingkungan, terhadap sendi hukum itu sendiri.
Bayangkan jika gudang tersebut meledak di tengah pemukiman. Bayangkan jika ada anak-anak sedang bermain di sekitar lokasi. Ini bukan sekadar pelanggaran administratif. Ini kejahatan terhadap kemanusiaan. Karena mengabaikan risiko nyawa demi keuntungan sepihak adalah pengkhianatan terhadap tanggung jawab sosial.
Kita tidak butuh pernyataan normatif. Kita tidak haus klarifikasi biasa. Yang dibutuhkan sekarang adalah tindakan hukum yang tegas, berani, dan konsisten. Jika gudang itu ilegal, jika terbukti menyimpan BBM bersubsidi secara melawan hukum, maka jerat hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu.
Kalau aparat membiarkan, maka mereka sedang menyiram bensin ke bara yang siap membakar kepercayaan publik. Kalau aparat ragu, maka mereka sedang menyemai ketakutan, bahwa hukum bisa dibeli, dan keselamatan bisa dikorbankan demi untung sesaat.
Sudah terlalu sering kita menyaksikan pola yang sama, kejahatan baru dianggap penting saat sudah menimbulkan bencana. Padahal, tugas negara adalah mencegah sebelum membakar.
Kita butuh peta distribusi BBM yang transparan. Kita butuh pengawasan terpadu antara Pertamina, Pemda, aparat hukum, hingga partisipasi aktif masyarakat. Kita butuh keberanian pejabat daerah untuk berkata, “Kami tidak akan toleransi terhadap BBM ilegal.”
Apakah itu berat? Iya. Tapi jika tidak dimulai sekarang, maka percayalah, kebakaran demi kebakaran akan terus menjadi pemandangan musiman. Dan itu bukan hanya memalukan, tapi juga membahayakan.
Opini ini bukan sekadar kritik. Ini ajakan untuk semua pihak, jangan biarkan kejahatan jadi kebiasaan. Jangan biasakan yang salah, dan jangan salahkan yang biasa.
Wartawan, masyarakat, tokoh agama, pemuda, semua harus bersuara. Jangan takut dicap nyinyir. Jangan takut disebut sok tahu. Karena ketika masyarakat diam, maka penimbun akan terus menyusun jerigen di dalam gelap. Dan ketika sudah terbakar, mereka lari. Kita yang menanggung akibatnya.
Kita berharap tidak ada korban jiwa dalam peristiwa ini. Tapi lebih dari itu, kita berharap ada korban hukum, siapa pun yang terlibat dalam praktik
Post a Comment